Halaman Depan   Laporan Utama   Tajuk 68H   Profil 68H   Agenda 68H

Friday, February 04, 2005

Tajuk 68H: Jangan Abaikan Bencana Lain

Ibarat peribahasa kuno, sudah jatuh tertimpa tangga. Begitulah yang kita alami sekarang. Sudah goncang kita oleh kehancuran dahsyat yang menyapu Aceh dan Nias, dengan ratusan ribu orang tewas dan hilang, dan kerusakan trilyunan rupiah. Masih pula harus kita alami berbagai bencana di tempat lain.

Di Garut dan beberapa tempat di Kabupaten Bandung, kemarin terjadi gempa bumi berkekuatan sedang, yang menghancurkan banyak rumah dan menewaskan serta melukai sejumlah orang. Sebelumnya gempa juga terjadi di Sulawesi, mengakibatkan banyak warga lari lintang-pukang ke arah gunung dalam ketakutan amat sangat, bahwa gempa itu akan diikuti badai Tsunami seperti terjadi di Aceh dan Nias. Di tempat lain, di sejumlah kawasan di Sumatera, banjir menghantam, sehingga ratusan hektar sawah mengalami gagal panen. Banjir juga menyerang beberapa daerah di Jakarta dan sekitarnya, yang belakangan ini diguyur hujan besar siang dan malam. Seementara itu, bencana lain juga mengancam: wabah demam berdarah 84 dari 256, atau sepertiga kelurahan di Jakarta dinyatakan sebagai daerah bahaya demam berdarah.

Itu semua merupakan musibah yang memilukan. Tak perlu kita repot dengan analisis dan tafsiran supranatural murahan, tentang apa arti semua ini, apakah ini merupakan azab dan hukuman Tuhan, dan sejenisnya. Karena seluruh bencana itu merupakan persoalan nyata yang harus kita hadapi dengan tindakan nyata pula. Otak-atik taksiran supranatural itu sama sekali tidak membantu para korban dalam menghadapi bencana yang pasti sangat berat itu.

Hal lain yang kita catat adalah, solidaritas dan seluruh upaya bantuan kemanusiaan kita hingga saat ini sangat terfokus ke Aceh dan Nias. Ini di satu sisi, sangat bisa dimengerti. Mengingat tingkat kehancuran, kerusakan dan kematian akibat Tsunami 26 desember itu memang tak terbayangkan dahsyatnya. Nyaris tak ada orang Aceh yang tak mengalami kehilangan keluarga, kendati bukan keluarga inti. Dan nyaris tak ada orang Aceh yang tidak mengalami kehilangan atau kerugian harta benda. Terutama di sepanjang pesisir Barat. Sejumlah daerah bahkan mengalami kehancuran yang hampir total: lebih dari 90 persen. Sehingga rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh akan merupakan sebuah proyek raksasa yang memakan waktu lama dan dan membutuhkan biaya sangat besar.

Tetapi kita tetap harus menyisakan perhatian kita untuk persoalan lain, untuk menangani bencana-bencana di beberapa daerah lain. Berbagai kalangan masyarakat di Jakarta, Sumatera Sealtan, Sulawesi, Jawa Barat, juga membutuhkan bantuan kita. Pula saudara-saudara kita di Alor, Nusa Tenggara Timur, yang sempat diterjang bencana alam besar, namun kemudian masalahnya seperti lenyap terlupakan, sesudah terjadinya Tsunami di Aceh dan Nias.

Aceh harus kita tangani dengan konsentrasi tinggi. Tetapi saudara-saudara kita di tempat bencana lain juga tak boleh kita abaikan, tak boleh kita lupakan. Terhadap mereka, solidaritas kita harus juga diungkapkan dengan berbagai cara. Dan bantuan juga harus dikumpulkan sebanyak--banyaknya.

Kendati kerusakan dan tingkat kematian yang dialami di daerah-daerah itu tak sespektakuler Aceh dan Nias, rakyat Indonesia di tempat bencana lain juga menghadapi masalah besar dengan hiduupnya. KArena sebagian besar dari mereka adalah masyarakat miskin dan pas-pasan. Harta mereka yang tak seberapa dan rumah mereka yang sederhana dihancurkan gempa, banjir, dan wabah demam berdarah. Mereka juga menanti uluran tangan kita, dan penanganan yang sungguh-sungguh dari pemerintah.Dan pemerintah sama sekali tidak boleh lalai dalam menangani, membantu dan menyelamatkan korban di daerah-daerah bencana itu. ***