Halaman Depan   Laporan Utama   Tajuk 68H   Profil 68H   Agenda 68H

Tuesday, February 01, 2005

Sejak Semalam di Malaysia...

Sejak semalam di Malaysia. Setengah juta tenaga kerja asal Indonesia masih ada yang belum kelar mengepak barang. mereka yang dinyatakan melewati batas waktu bkerja tanpa dokumen lengkap---orang-orang Indonesia yang tak kebagian rejeki di negeri sendiri itu---harus pulang. bila pagi ini tidak berada di bibir pelabuhan, sekitar 400 ribu pasukan rela atau semacam pengamanan swakarsa yang disiagakan Pemerintah Malaysia siap menggebah mereka.

Selain tenaga kerja, razia juga dilakukan kepada para majikan. Pemerintah Malaysia menetapkan denda cukup besar bila mereka ketahuan menyembunyikan pekerja tanpa ijin resmi. Nilainya setara dengan 25 juta rupiah. Penerapan sangsi ini mau membuktikan bahwa Pemerintah Negeri tetangga itu sadar penuh, sukses–gagalnya proyek pemulangan turut ditentukan oleh majikan.

Andai batas waktu ditaati, lautan manusia bakal berjejal di pelabuhan menunggu antrian pulang. Antrian yang dipastikan berlangsung berhari-hari, karena pemerintah Indonesia cuma mampu menyediakan 2 kapal lautnya untuk mengangkut hampir sejuta orang. Kedua kapal telah beroperasi pada tanggal 27 dan 30 Januari lalu. Menurut data Kedutaan Besar Republik Indonesia, hingga semalam baru sekitar 300 ribu orang mendaftarkan diri untuk mendapat amnesti aatau pengampunan. Sebagian sudah terangkut sebagian menunggu giliran. diperkirakan ada 500-an ribu orang yang masih bertahan diperkebunan-perkebunan Serawak dan Sabah.

***

Bapak Ibu Saudara. Setiba di Indonesia nanti, orang-orang yang tak kebagian rejeki di negeri sendiri itu dijanjikan bisa kembali. Pemerintah kedua negara menjamin mereka ke tempat semula. Menjadi buruh dperkebunan, pertukangan, atau sektor informal dan rumah tangga atau pekerjaan kasar lainnya yang gagal disediakan oleh pemerintanya sendiri. Maka jadi pertanyaan, mengapa masih ada setengah juta yang belum terdata, belum minta diampuni, enggan kembali untuk mengurus keterangan jatidiri dan ijin resmi?

Penjelasan kedutaan besar Indonesia cenderung menggampangkan soal. Katanya, pekerja Indonesia malas mengurus administrasi. Alasannya, para pekerja yakin bakal ada kelonggaran lagi dari Malaysia. Sekedar mengingatkan, tenggat waktu 31 Januari memang perpanjangan ketiga. Tenggat 31 Desember diundur lantaran Malaysia maklum Indonesia kelimpungan mengatasi korban gelombang tsunami.

Pikiran-pikiran atau lebih tepatnya harapan akan adanya kelonggaran baru, bukan tak mungkin ada. Tapi sebaliknya, perlu ditanyakan sejauh mana informasi tentang amnesti menyusup ke perkebunan-perkebunan sampai ke dapur-dapur tempat pembantu rumah tangga Indonesia bekerja. Juga bagaimana proses sosialisasi ke ruang-ruang makan majikan mereka. Pasti sudah dilakukan, namun lebih pasti lagi belum dengan daya optimum. Malah terdengar kabar, banyak tenaga kerja belum mengetahui bahwa mengurus pengampunan dan kelengkapan dokumen dilakukan tanpa pungutan biaya. Gratis. Lalu ada kabar tentang calo-calo amnesti yang berkeliaran. Keterlaluan memang.

Mereka yang mengetahui informasi tentang amnesti dan punya niat mengurusipun sebagian terbentur soal lain. Gaji yang masih tertahan di saku majikan. Karuan mereka enggan pulang tanpa membawa hasil berpayah-payah. Kendati ada garanti dari kedua pemerintah, mereka juga menduga bukan tak mungkin majikan akan menolak atau memperlakukan mereka sebagai tenaga kerja baru.

***

Sejatinya, kerumitan begini bisa dihindari jauh-jauh hari. Aktivis-aktivis organisasi pembela buruh migran, sempat menganjurkan “Jalan Korea”, yakni pemutihan. Tenaga kerja yang dianggap ilegal tidak mesti dipulangkan, melainkan langsung ditangani di negara tempat bekerja. Selain lebih mudah bagi para tenaga kerja, biaya yang dikeluarkan pemerintah lebih murah.

Tapi, kita tak mendengar opsi ini mendapat perhatian dari Malaysia. Juga dari Indonesia, negara yang gagal menyediakan pekerjaan—kerja kasar sekalipun—bagi warganya. Jadilah, sejak semalam di Malaysia, antrian, petak umpet dan kejar-kejaran jadi drama ulangan. Dan hari ini, drama memasuki babak antiklimaks, setelah otorita di Indonesia sempat mengembangkan senyum optimistis bahwa mereka mampu menyelesaikan persoalan.

***

Semalam di Malaysia, Pemerintah Indonesia sekali lagi gagal menyelamatkan warga negaranya.