Halaman Depan   Laporan Utama   Tajuk 68H   Profil 68H   Agenda 68H

Thursday, February 17, 2005

Tajuk 68H: Para Koruptor se-Indonesia, Bersoraklah!

Jangan pernah berharap kasus-kasus korupsi besar di masa lalu bisa diungkap dan pelakunya bisa segera dijebloskan ke penjara. Lebih-lebih kasus korupsi yang terjadi sebelum 27 Desember 2002, ketika Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diterbitkan. Itulah pesan yang harus kita baca atas pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi terhadap permohonan uji materi yang diajukan tersangka korupsi Bram HD Manoppo. Bram adalah rekanan tersangka korupsi lain, yakni Gubernur Nangroe Aceh Darussalam Abdullah Puteh dalam kasus pembelian helikopter produksi Rusia.

Memang hanya pertimbangan hukum, karena putusan Mahkamah Konstitusi sesungguhnya adalah menolak uji materi Undang-Undang KPK yang diajukan Bram. Tapi justru di sinilah letak masalah yang dilempar para anggota majelis hakim Mahkamah Konstitusi yang hanya berpikir sangat teknis-juridis. Putusan mahkamah menjadi tidak tegas. Mengambang. Bahkan ada yang menilai, pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi sudah menjadi preseden buruk bagi upaya pemberantasan korupsi.

Gampangnya begini, bagi anda yang korupsi sebelum Komisi Pemberantasan Korupsi berdiri pada akhir Desember 2002, bersoraklah. Betul, bersorak-sorailah! Sebab kalau anda bisa menyewa pengacara hebat, yang pintar bersilat lidah, yang jago memelintir pasal-pasal hukum, kemungkinan besar anda akan lolos dari jeratan hukum dengan gampang. Anda tetap bisa menikmati harta kekayaan haram itu, karena menurut pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi, Komisi Pemberantasan Korupsi hanya boleh menangani perkara-perkara yang terjadi sesudah lembaga itu berdiri.

Tak perlu menunggu lama. Sehari setelah putusan Mahkamah Konstitusi keluar, kemarin tersangka korupsi Abdullah Puteh langsung mengajukan putusan Mahkamah Konstitusi itu sebagai alat bukti baru. Tujuannya, apalagi kalau bukan agar Puteh lolos dari hukuman. Pengacara Puteh, Mohamad Assegaf meminta agar Puteh segera dibebaskan dari tahanan. Assegaf bilang, pengadilan ad hoc yang kini menyidangkan kasus Puteh tak punya kewenangan untuk memeriksa dan menahan Abdullah Puteh. Assegaf tampaknya merujuk tanggal transaksi pembelian helikopter itu, yakni 26 Juni 2002.

Itu baru kasus Abdullah Putreh. Padahal masih banyak kasus-kasus korupsi lain yang terjadi sebelum Komisi Pemberantasan Korupsi berdiri. Sebagian terkonsentrasi pada bekas presiden Soeharto, anak-anaknya, dan juga kroni-kroninya. Sebut saja di antaranya: kasus korupsi pipanisasi BBM di Jawa yang melibatkan Siti hardiyanti Rukmana, Faisal Abda’oe dan Rosano Barack. Lantas kasus korupsi kontrak bantuan teknis PT Pertamina dengan PT Ustraindo Petro Gas yang melibatkan Ginanjar Kartasasmita, Faisal Abda’oe dan IB Soedjana. Juga Prajoga Pangestu yang terlibat kasus korupsi dana reboisasi dan Tanri Abeng dalam kasus skandal Bank Bali. Masih cukup banyak nama dan kasus lain yang bisa disebut, tapi yakinlah, anda akan capek mendengarnya.

Preseden buruk seperti ini, yang memberi peluang bagi koruptor untuk lolos dari jeratan hukum, memang selalu jadi batu sandungan bagi upaya membersihkan negara ini dari korupsi. Kita sempat berharap begitu banyak terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai instrumen pembersih. Kita pernah membayangkan, begitu komisi ini dibentuk, penangkapan besar-besaran terhadap para koruptor akan segera dilakukan. Tapi segera banyak yang kecewa. Sebagian kalangan menilai, komisi anti-korupsi ini bergerak lamban. Tidak gesit. Padahal begitu banyak indikasi dan laporan penyelewengan menumpuk di kantornya. Belum lagi rasa kecewa itu terobati, kini ditambah lagi dengan munculnya pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi yang membatasi kerja komisi.

Karena itu, tak bisa lain, kepada para koruptor yang hingga sekarang masih bebas berkeliaran, kita sampaikan ucapan ini: Semoga anda menikmati hari-hari yang pasti melegakan ini. Bangsa ini memang tak pernah serius untuk membersihkan dirinya sendiri. Dan itulah yang menjadi sumber kemenangan anda.

Wahai para koruptor se-Nusantara, berpestaporalah!