Halaman Depan   Laporan Utama   Tajuk 68H   Profil 68H   Agenda 68H

Friday, January 21, 2005

Idul Qurban dan Pengorbanan untuk Aceh

Betapa khususnya hari raya Qurban kali ini. Kekhususan yang, katakanlah teknis, terlihat dari terdapatnya dua hari yang berbeda untuk hari raya Iedul Adha ini. Beberapa kalangan sudah lebih dahulu merayakannya. Yakni kemarin. Mereka antara lain seperti Hizbut Tahrir, Dewan Dakwah Islamiyah, dan bahkan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Tentang yang terakhir, PKS, cukup mengherankan. Karena PKS sebetulnya merupakan partai politik, dan bukan lembaga keagamaan yang bisa ambil sikap tentang penentuan hari raya Iedul Qurban. Sementara itu, sebagian besar umat Islam Indonesia, merayakannya hari ini. Sesuai dengan perhitungan pemerintah dan dua organisasi Islam terbesar, yakni Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah.

Perbedaan jatuhnya hari raya Islam, memang sudah biasa terjadi di Indonesia. Bahkan menyangkut Idul Fitri, atau lebaran, hari raya keagamaan paling besar bagi umat Islam. Ini bahkan lebih rumit, karena berkaitan dengan masa akhir puasa. Dan di dalam Islam, haram hukumnya untuk berpuasa di hari raya lebaran. Maka beberapa kali terjadi, ada kelompok yang merayakan Iedul Fitri sehari lebih dahulu, kendati seluruh dunia lain merayakannya sehari kemudian. Perbedaan itu tak terhindarkan kemungkinannya, karena kalender Islam menggunakan sistem bulan yang penentuannya juga melibatkan metoda yang berbeda-beda. Tetapi perbedaan ini tidak pernah menjadi masalah kita. Umat Islam Indonesia selama ini menerima perbedaan jatuhnya hari raya secara biasa-biasa saja. Para pihak saling menghormati, dan menerima perbedaan itu. Tidak bisa tidak, karena pernghormatan atas perbedaan sesudangguhnya merupakan salah satu karakter agama ini. Perbedaan, dalam Islam, diperlakukan sebagai rahmat dari Allah Subhanahu wa Taala.

Di luar urusan teknis itu, yang khusus dari Idul Adha kali ini adalah suasananya yang betul-betul terasa penuh pengorbanannya. Penuh keprihatinan dan duka. Terutama di Aceh yang masih sangat porak poranda oleh Tsunami 26 Desember, dan di sebagian Jakarta dan Sumatera, yang dilanda banjir.

Di Jakarta dan di sejumlah tempat di Sumatera, puluhan ribu warga tak bisa merayakan Idul Adha sebagaiman seharusnya, karena mereka harus mengungsi dari tempat tinggal mereka lantaran banjir akibat hujan deras selama beberapa hari terakhir.

Di Aceh, beberapa kelompom relawan berusaha menghadirkan suasana Idul Adha dengan takbir keliling kota di malam hari kemarin. Tetapi tetap saja, suasana riang gembira tak mudah untuk dihadirkan. Jutaan warga Aceh menghadapi hari raya Qurban kali ini, dengan memandang diri mereka betul-betul sebagai kurban. Sebagaimana Ismail, yang dipilih Allah untuk jadi kurban yhang akan disembelih ayahnya, Ibrahim. Bedanya, Ismail diselamatkan Allah: sosoknya di tangan Ibrahim, ditukar dengan seekor kambing. Sementara bagi rakyat Aceh, tak ada kambing yang menggantikan mereka sebagai kurban.

Tetapi sebetulnya, tak layaklah kita membandingkan pengorbanan Ismail dulu, dengan rakyat Aceh sekarang. Karena dahulu, Ismail dan Ibrahim tahu sepenuhnya apa perintah Tuhan, dan mereka punya pilihan untuk menerima atau menolaknya. Sementara rakyat Aceh tak tahu apapun tentang bencana tsunami ini. Dan mereka direnggutkan begitu saja dari keluarga dan orang-orang terkasih mereka, tanpa ditanya, tanpa dikabari terlebih dahulu.

Jadi tentang makna qurban, orang Aceh lebih paham, lebih tahu, dan lebih menghayatinya dari pada kita semua. Karena mereka memperoleh pengalaman kurban yang paling empirik; penderitaan yang paling tak terbayangkan.

Maka wajar saja jika sebagian hewan qurban kali ini langsung dikirim untuk rakyat Aceh, yang sampai kini sebagian besar masih hidup di tempat-tempat pengungsian. Karena bahkan kaum fakir miskin di berbagai tempat lain, juga tak kurang rasa solidaritasnya atas penderitaan saudara-saudara mereka di Aceh, yang kali ini jauh lebih membutuhkan hewan-hewan kurban itu. Mereka rela, jika kali ini mendapatkan jatah daging kurban kurang dibanding biasanya. Solidaritas, kesetiakawanan yang spontan dari kalangan miskin, memang menakjubkan.

Maka bersama mereka, kaum miskin papa dan sering teraniaya, bersama rakyat Aceh yang berkali-kali jadi korban, baik bencana alam maupun bencana buatan manusia, mari kita hayati hari raya Kurban kali ini. Dan selamat Idul Adha. ***